Monas pada Tahun 1977 |
Sebuah kisa dapat mengalir oleh
oleh karena ingatan yang tajam. Saya masih ingat ketika ibu saya menceritakan
masa kecilnya. Ibu saya juga menceritakan bagaimana ketika beliau berteman
dengan seorang laki-laki yang sekarang menjadi ayah saya. Bagi saya yang
mendegarkan cerita, hanya bisa membayangkan suasana peristiwa itu terjadi
seraya (mungkin) menyusuri kembali tempat-tempat dimana terjadi peristiwa
tersebut.
Tio Tek Hong, seorang peria tionghoa
yang pernah hidup di jakarta pada abad ke-19 dan awal abad 20 menceritakan masa
kecilnya gingga dewasanya pada pembaca. Kisa perjalanan Hidupnya berkaitan
dengan kehidupan sosial masyarakat pada waktu itu. Ia adalah saksi keindahan
kota Jakarta tempo doeloe serta surutnya kekuasaan penjajah kolonial.
Tio Tek Hong dibesarkan dalam
keluarga tionghoa. Ia dilahirkan pada 7 Januari 1987, di Passer Baroe, atau
dengan sebutan saat ini adalah Pasar Baru. Letusan dahsyat Gunung Krakatau pada
1883 sebagai pembuka baru bab ini. Hujan abu serta banyaknya batu apung banyak
sekali di sekitar tempat tinggal mereka. Satu hal menarik, ia mencatat bahwa
akibat bencana yang menelan banyak korban jiwa itu diciptakan nyanyian Gambang
Kromong Kramat Karem.
Profesinya sendiri adalah seorang
pedagang. Namun satu hobi yang membuat ia bangga adalah berburu. Ia membentuk
perkumpulan berburu serta menulis buku tentang berburu "Penuntun,
pengetahuan dan nasehat Fatsal Memburu Binatang dan Burung." Hobi tersebut
ternyata bermanfaat bagi kesehatannya, ia mengatakan bahwa berburu menggerakan
seluruh anggota tubuh serta menyegarkan paru-paru dan pikiran. Selain itu
berburu, membuat para pemburu tetap merasa gagah dan muda.
Bagai mana dengan kondisi kota
jakarta dan masyarakatnya? Tio Tek Hong mengatakan bahwa Pasar Baru adalah
pusat dagangnya di jakarta. Jalan-jalan di kota diisi dengan kereta kuda maupun
jalur trem kereta yang menghubungkan Kota-Harmonie-Gambir-Pasar
Baru-Kramat-hingga Jatinegara.
Jalan Hayam Wuruk |
Keadaan masyarakat yang cukup
detil diceritakan adalah kebudayaan masyarakat Tionghoa. Ia menceritakan
bagaimana suasana perayaan Sin Chia, Cap Gou Meh, dan Cngge. Pada perayaan Sin
Chia (Tahun Baru), mereka berpakaian baru dan memberi salam kepada
saudara-saudara serta mengunjungi anggota keluarga yang lain. Setiap ucapan
selamat, diganjar dengan amplop merah (Angpaw) berisikan Uang.
Satu hal lagi yang menarik adalah
perayaan Ulang Tahun Ratu Wilhemina yang dilakukan di pasar Gambir. Setiap
tanggal 31 Agustus adalah puncak acara Pasar Gambir tersebut. Berbagai stand
ikut memeriakan acara tersebut, Ada tontonan sulap, komedi putar, American
Carnaval Show, Panjat Pinang, dan sebagainya.
Pasar Gambir Pada Waktu Malam (1928) |
Hebonya menonton Bioskop Tempo Doeloe |
Menutup cerita di buku ini, Tio
Tek Hong membagi rahasia panjang umurnya. Ketika buku tentang kisah hidupnya
ini dibuat, ia sudah berusia 70-an tahun. Salah satu tipsnya adalah jangan
bergadang, minum alkohol, bangun tidur buat gerakan sedikit serta minum air
banyak. Pepatah yang jadi gaya hidupnya:
Jika bangun pagi hari,
Rejeki selalu menghampiri,
Segala penyakit akan lari,
Bikin sehar kau punya diri!
Buku kecil ini cukup membuat kita
berimajinasi pada kota Jakarta Zaman Doeloe. Dari satu sudut pandang seorang
pemilik toko dan pemburu masih sangat kurang bagi kita yang ingin mengenal
Jakarta masa lalu. Namun paling tidak, warisan cerita ini adalah sesuatu yang
berharga untuk menyusun memori tentang gambaran sejarah masa lalu kota yang
makin hari makin di kepung macet, banjir, dan gedung-gedung tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah yang sopan dan jangan buang waktu untuk melakukan spam. Terimakasih